Benarkah Sayuran Hijau Penyebab Asam Urat Kambuh?

Asam urat merupakan salah satu jenis penyakit yang familiar di telinga karena tidak jarang terdengar kabar kalau orang tua atau kerabat mengalaminya. Ketika terdiagnosis asam urat, seringkali terucap pesan “awas jangan makan sayuran yang hijau-hijau” karena katanya sayuran hijau dapat membuat asam urat kambuh, padahal menurut penelitian bukanlah sayuran hijau penyebab kambuhnya asam urat. Yuk kita lihat artikel ini untuk mengetahui apa sebenarnya yang menyebabkan kambuhnya asam urat.

sayur hijau dan asam urat
Sumber gambar: Freepik

Asam urat adalah hasil metabolisme akhir dari senyawa purin di dalam tubuh. Purin sebenarnya secara alami sudah ada di dalam tubuh manusia sebagai bagian dari pembentuk DNA, tetapi makanan yang kita makan juga menyumbangkan purin. Di dalam tubuh, asam urat akan dikeluarkan melalui ginjal bersamaan dengan urin atau pada saat buang air kecil (BAK). Namun, ketika jumlah asam urat berlebihan dan fungsi ginjal sudah tidak terlalu baik, asam urat akan bertahan di darah dan menyebabkan tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia).

Kadar asam urat dinyatakan tinggi ketika mencapai nilai >6 mg/dL bagi perempuan dan >7 mg/dL bagi laki-laki.1 Tingginya asam urat di dalam darah secara terus menerus dan dalam jangka waktu  lama atau kronis akan memicu terbentuknya  kristal monosodium urat (MSU) di persendian. Tumpukan Kristal ini akan memicu reaksi  peradangan pada bagian tubuh yang khas, yaitu pada jempol kaki, pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, sendi jari, siku, dan heliks telinga yang ditandai dengan gejala bengkak, nyeri dan bahkan susah digerakkan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penyakit asam urat lebih banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan kasus 3:1 sampai dengan 4:1.2 Walaupun demikian, kejadian penyakit asam urat tidak sepenuhnya dipicu oleh perbedaan jenis kelamin melainkan oleh pola hidup yang mencakup  pola makan atau kebiasaan makan dan tingkat aktivitas fisik sehari-hari.

Saat seseorang telah terdiagnosis mengalami penyakit asam urat, maka tentunya diperlukan  perbaikan pola hidup  yang pada umumnya, meliputi perbaikan pola makan dan aktivitas fisik. Pada kondisi yang lebih lanjut perbaikan pola hidup saja tidak cukup sehingga diperlukan juga konsumsi obat-obatan sesuai anjuran dokter.   Lalu pola hidup seperti apa yang dapat membantu mencegah terjadinya penyakit asam urat atau mengurangi kekambuhan pada penderita asam urat? Mari kita simak penjelasan berikut ini.

A. Jaga status gizi agar berada di kisaran normal

Peningkatan berat badan disinyalir berkaitan dengan peningkatan serum asam urat yang menyebabkan pembentukan kristal MSU.3 Orang dengan berat badan berlebih atau bahkan obesitas,  akan menyebabkan pengeluaran asam urat melalui ginjal menjadi kurang efisien. Hal ini karena semakin berat tubuh seseorang maka akan semakin kurang efisien ginjal dalam menjalankan perannya.4 Penurunan berat badan dan lemak viseral yang dilakukan pada individu dengan status gizi lebih akan membantu mengurangi jumlah asam urat dan kekambuhannya.5

B. Terapkan pola makan seimbang rendah purin

Pada prinsipnya pola makan bagi individu dengan penyakit asam urat tetap dengan penerapan Gizi Seimbang yang terdiri atas  makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan juga buah. Namun terdapat beberapa jenis  bahan makanan  tinggi purin yang perlu dibatasi konsumsinya seperti daging merah, jeroan, seafood dan bahan makanan nabati tertentu (kacang-kacangan, sayuran hijau, jamur). Namun menariknya penelitian terkini menyatakan bahwa bahan makanan nabati, termasuk sayuran hijau masih dapat dikonsumsi dengan batas wajar, termasuk pada pasien gagal ginjal dengan asam urat.6

Purin secara alami terkandung di semua bahan makanan nabati. Kandungan purin di bahan makanan nabati berkisar  antara 10 sampai 15 mg  per 100 gram bahan makanan, dengan sebagian besar makanan nabati mengandung konsentrasi purin sedang.. Namun terdapat beberapa bahan makanan nabati dengan kandungan purin lebih tinggi berkisar 100–500 mg purin per 100 g makanan.7 Berikut ini merupakan kandungan purin untuk beberapa bahan makanan nabati.8

Bahan Makanan NabatiSangat Tinggi (>300 mg/100 g bahan makanan)Tinggi (200-300 mg/100 g bahan makanan)Sedang (100-200 mg/100 g bahan makanan)Rendah (50-100 mg/100 g bahan makanan)
Jamur shitake keringX   
Rumput laut kering (nori)X   
Kaldu dari jamur shitake kering X  
Jamur kuping kering X  
Brokoli  X 
Bayam   X
Kembang kol   X
Kacang merah matang   X

Jika kita lihat dari tabel di atas, ternyata sayuran hijau seperti bayam dan brokoli memiliki kandungan purin yang tergolong rendah sampai sedang. artinya sayuran ini masih dapat dijadikan alternative variasi sayur sehari-hari dengan catatan tidak dikonsumsi secara berlebihan. Salah satu tips yang dapat diterapkan jika ingin  ingin mengonsumsi sayuran hijau yaitu  dengan mencampurkan sayuran hijau dengan sayuran warna lainnya, seperti memasak sayur bayam dengan tambahan wortel dan tomat.

Bahan makanan utamanya yang perlu dibatasi pada penderita penyakit asam urat adalah  daging merah, jeroan dan juga seafood. Pada satu penelitian prospektif pada laki-laki dengan asam urat, tambahan porsi daging merah per hari meningkatkan risiko asam urat sebanyak 21%, tambahan porsi seafood  per hari meningkatkan risiko asam urat sebanyak 7%, sedangkan tambahan porsi kacang-lacangan kering dan sayuran hijau tidak terkait dengan serangan asam urat.9 Sementara untuk bahan makanan nabati, Justru olahan dari jamur lah yang perlu dibatasi karena kandungan purin jamur berkisar di kategori sangat tinggi dan tinggi.

C. Batasi konsumsi gula dan alkohol

Gula dalam bentuk fruktosa merupakan  jenis karbohidrat yang dapat meningkatkan jumlah asam urat. Fruktosa yang dimaksud bukanlah fruktosa dari buah, melainkan sirup fruktosa atau high fructose corn syrup (HFCS) yang biasanya terdapat pada makanan atau minuman kemasan berpemanis,

Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk membatasi konsumsi makanan atau minuman dengan tambahan HFCS di dalamnya. Selain itu karena juga ada indikasi sukrosa (salah satu jenis disakarida yang dibentuk oleh fruktosa dan glukosa) juga dapat memicu kenaikan kadar asam urat karena adanya kandungan fruktosa sebagai substansi pembentuknya, membatasi asupan gula pasir juga sangat dianjurkan. Namun para penderita penyakit asam urat tidak perlu khawatir mengonsumsi buah walaupun buah diketahui memiliki kandungan fruktosa yang tinggi. Fruktosa dalam buah merupakan fruktosa alami dan buah-buahan tidak hanya mengandung fruktosa, tetapi juga mengandung berbagai vitamin, termasuk vitamin C yang dapat membantu mengurangi jumlah asam urat di dalam tubuh.

Selain asupan gula, minuman beralkohol juga turut menyumbang purin ke dalam tubuh. Namun tidak semua jenis minuman beralkohol menyumbang jumlah purin yang sama. Alkohol dalam bentuk spirits cenderung memiliki lebih sedikit kandungan purin, sementara alkohol jenis regular beer lebih tinggi kandungan purinnya. Walaupun begitu, secara umum asupan alkohol jenis apapun sebaiknya dibatasi bagi individu dengan penyakit asam urat.

D. Konsumsi produk dairy low-fat

Konsumsi produk dairy seperti susu dan yoghurt yang rendah lemak terbukti membantu mengurangi asam urat di dalam darah atau kondisi hiperurisemia serta mengurangi risiko terkena asam urat.10 Pada penelitian dengan metode uji coba klinis yang dilakukan oleh Dalbeth selama 3 bulan menunjukkan individu dengan penyakit asam urat mengalami penurunan serangan asam urat yang signifikan setelah mengonsumsi susu jenis skim dan rendah lemak.

Kandungan purin pada susu memang tergolong rendah.  Selain itu susu juga mengandung protein jenis kasein dan whey serta asam orotik yang merangsang pengeluaran asam urat oleh ginjal.11, 12 Pada penelitian eksperimental awal oleh Dalbeth menunjukkan bahwa susu mungkin memiliki sifat anti-inflamasi tertentu yang dapat membantu melemahkan reaksi kekebalan tubuh yang bertanggung jawab atas serangan asam urat.12,13

Perpaduan konsumsi produk dairy low-fat dengan buah-buahan dapat menjadi pilihan menu untuk waktu makan selingan atau snack karena kandungan susu dan vitamin C yang berpotensi membantu mengurangi jumlah asam urat di dalam tubuh.

E. Cukupi kebutuhan cairan,terutama air putih

Disarankan minum sebanyak 2 liter atau lebih air putih setiap hari untuk membantu mengeluarkan asam urat agar jumlahnya tidak berlebih di dalam tubuh. Kecukupan asupan cairan sangatlah penting  terutama jika mengalami kondisi batu ginjal (urolithiasis).14 Sedangkan, saat terjadi serangan asam urat, disarankan untuk meningkatkan asupan air minum sebanyak minimal 8 – 16 gelas setiap hari.15 Keadaan dehidrasi merupakan pemicu potensial terjadinya serangan asam urat akut.16

F. Selain jaga makan, jagalah aktivitas fisik agar tidak sedentari

Aktif bergerak membantu tubuh untuk tidak menyimpan banyak lemak sehingga berat badan terjaga. Melakukan latihan fisik meliputi latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi, dan ketahanan kardiovaskular secara rutin sebanyak 3−5 kali seminggu selama 30−60 menit disarankan untuk individu dengan penyakit asam urat.14 Aktivitas fisik disarankan bagi individu dengan penyakit asam urat di setiap usia, mulai dari dewasa muda sampai dengan lansia.

Jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan adalah peregangan, jalan pagi atau sore, membereskan rumah, mencuci kendaraan dan berkebun. Sementara, latihan fisik yang dapat dilakukan adalah jalan cepat, jogging, bersepeda, berenang, latihan penguatan otot (push-up, sit-up, plank) atau dengan bantuan beban seperti dumbbell, bulu tangkis, tenis, sepak bola. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga kalau latihan yang berlebihan dan berisiko trauma sendi wajib dihindari, terutama pada invidiu yang sudah lanjut usia atau ada kesulitan bergerak.

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa sayuran hijau bukanlah pemicu tunggal kekambuhan penyakit asam urat. Apabila anda memiliki kesulitan atau keraguan  dalam menyusun pola makan seimbang rendah purin dan penerapannya untuk manajemen penyakit asam urat agar tidak mudah kambuh, maka jangan ragu untuk meminta pertolongan dengan cara menghubungi ahli gizi teregistrasi di sekitar Anda. 

Editor: Wahyu Kurnia Yusrin Putra, SKM, MKM

Referensi

  1. Jin, M., Yang, F., Yang, I., Yin, Y., Luo, J. J., Wang, H., & Yang, X. F. (2012). Uric acid, hyperuricemia and vascular diseases. Frontiers in bioscience (Landmark edition)17(2), 656–669. doi: 10.2741/3950
  2. Kuo, C., Grainge, M., Zhang, W., & Doherty, M. (2015). Global epidemiology of gout: prevalence, incidence and risk factors. Nature Reviews Rheumatology11(11), 649-662. doi: 10.1038/nrrheum.2015.91
  3. Villegas, R., Xiang, Y., Cai, Q., Fazio, S., Linton, M., & Li, H. et al. (2010). Prevalence and Determinants of Hyperuricemia in Middle-Aged, Urban Chinese Men. Metabolic Syndrome And Related Disorders8(3), 263-270. doi: 10.1089/met.2009.0084
  4. Gao, B., Zhou, J., Ge, J., Zhang, Y., Chen, F., & Lau, W. et al. (2012). Association of Maximum Weight with Hyperuricemia Risk: A Retrospective Study of 21,414 Chinese People. Plos ONE7(11), e51186. doi: 10.1371/journal.pone.0051186
  5. FitzGerald, John D.; Dalbeth, Nicola; Mikuls, Ted; Brignardello‐Petersen, Romina; Guyatt, Gordon; Abeles, A. M.; Gelber, Allan C.; Harrold, Leslie R.; Khanna, Dinesh; King, Charles; Levy, Gerald; Libbey, Caryn; Mount, David; Pillinger, Michael H.; Rosenthal, Ann; Singh, Jasvinder A.; Sims, James Edward; Smith, Benjamin J.; Wenger, Neil S.; Bae, Sangmee Sharon; Danve, Abhijeet; Khanna, Puja P.; Kim, Seoyoung C.; Lenert, Aleksander; Poon, Samuel; Qasim, Anila; Sehra, Shiv T.; Sharma, Tarun Sudhir Kumar; Toprover, Michael; Turgunbaev, Marat; Zeng, Linan; Zhang, Mary Ann; Turner, Amy S.; Neogi, Tuhina (2020). 2020 American College of Rheumatology Guideline for the Management of Gout. Arthritis Care & Research, (), acr.24180–. doi:10.1002/acr.24180 
  6. Jakše, B., Jakše, B., Pajek, M., & Pajek, J. (2019). Uric Acid and Plant-Based Nutrition. Nutrients11(8), 1736. doi: 10.3390/nu11081736
  7. Hafez, R., Abdel-Rahman, T., & Naguib, R. (2017). Uric acid in plants and microorganisms: Biological applications and genetics – A review. Journal Of Advanced Research8(5), 475-486. doi: 10.1016/j.jare.2017.05.003
  8. Kaneko, K., Aoyagi, Y., Fukuuchi, T., Inazawa, K., & Yamaoka, N. (2014). Total Purine and Purine Base Content of Common Foodstuffs for Facilitating Nutritional Therapy for Gout and Hyperuricemia. Biological And Pharmaceutical Bulletin37(5), 709-721. doi: 10.1248/bpb.b13-00967
  9. Mahan, L. (2020). Krause and Mahan’s Food and the Nutrition Care Process (15th ed.). Elsevier – Health Sciences Division.
  10. Li, R., Yu, K., & Li, C. (2018). Dietary factors and risk of gout and hyperuricemia: a meta-analysis and systematic review. Asia Pacific journal of clinical nutrition27(6), 1344–1356. https://doi.org/10.6133/apjcn.201811_27(6).0022
  11. Kakutani-Hatayama, M., Kadoya, M., Okazaki, H., Kurajoh, M., Shoji, T., & Koyama, H. et al. (2015). Nonpharmacological Management of Gout and Hyperuricemia: Hints for Better Lifestyle. American Journal Of Lifestyle Medicine11(4), 321-329. doi: 10.1177/1559827615601973
  12. Dalbeth, N., & Palmano, K. (2011). Effects of dairy intake on hyperuricemia and gout. Current rheumatology reports13(2), 132–137. https://doi.org/10.1007/s11926-010-0160-8
  13. Dalbeth, N., Ames, R., Gamble, G. D., Horne, A., Wong, S., Kuhn-Sherlock, B., MacGibbon, A., McQueen, F. M., Reid, I. R., & Palmano, K. (2012). Effects of skim milk powder enriched with glycomacropeptide and G600 milk fat extract on frequency of gout flares: a proof-of-concept randomised controlled trial. Annals of the rheumatic diseases71(6), 929–934. https://doi.org/10.1136/annrheumdis-2011-200156
  14. Perhimpunan Reumatologi Indonesia (IRA). (2018). Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout. Jakarta: Perhimpunan Reumatologi Indonesia
  15. Beyl, R., Hughes, L., & Morgan, S. (2016). Update on Importance of Diet in Gout. The American Journal Of Medicine129(11), 1153-1158. doi: 10.1016/j.amjmed.2016.06.040
  16. Abhishek, A., & Doherty, M. (2017). Education and Non-pharmacological Approaches for Gout. Rheumatology57(suppl_1), i51-i58. doi: 10.1093/rheumatology/kex421